BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang dicita-citakan. Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatnya.
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka kami sebagai wakil dari mahasiswa Indonesia yang cinta akan tanah air dan ingin melakukan perubahan dinegeri ini berusaha berjuang mewujudkan cita negara melalui berbagi hal, termasuk melalui tulisan yang berjudul “Menuju Masyarakat Madani” ini. Kami berharap dengan tulisan ini kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia terutama para Mahasiswa Indonesia bisa menjalankan peran masing-masing untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.
B. Landasan Undang-undang Tentang Masyarakat Madani
Cita negara madani dan demokratis nyata ada di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ide mengenai masyarakat madani dan demokratis yang tertuang dalam Pembukaan bahkan dipertahankan untuk tidak dirubah manakala bangsa ini melakukan reformasi konstitusi. Amandemen konstitusi sejak 1999 bahkan menunjukkan komitmen kuat bangsa yang semakin mengkristal untuk hidup bernegara secara demokratis.
Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian tak terpisahkan dari konstitusitelah pula menegaskan bahwa negara yang dilahirkan ini adalah untuk mengabdi pada rakyat, mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya: rakyat melayani pemerintah. Pemerintah Negara Indonesia, demikian alinea IV Pembukaan UUD 1945, memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah dan negara ini ada untuk melindungi rakyatnya. Dalam negara Indonesia rakyatlah yang berdaulat . Pilihan Republik sebagai bentuk negara menunjukkan bahwa di dalam negara Indonesia yang berdaulat adalah orang banyak, bukannya sedikit orang entah yang mengejawantah dalam monarki maupun oligarki, walau kalau ditilik sejarahnya, negara Indonesia berasal dari himpunan ratusan kerajaan besar kecil. Inilah cita negara demokrasi yang digagas oleh para pendiri bangsa, dan terus dipertahankan oleh MPR manakala melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sejak tahun 1999-2002.
C. Rumusan Masalah
1) Pengertian masyarakat madani ?
2) Bagai mana konsep masyarakat madani ?
3) Apakah masyarakat Indonesia sudah bias dikatakan masyarakat Madani ?
4) Peran para akademisi dalam mewujudkan masyarakat Madani ?
D. Tujuan
1) Memahami dan dapat menerapkan konsep masyarakat Madani dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2) Menimbulkan kesadaran bagi pembaca betapa pentingnya mewujudkan konsep masyarakat madani dalam bermasyarakat.
E. Manfaat
1) Manfaat secara khusus
Bagi penulis memberikan kesadaran dan memperoleh pengetahuan tentang masyarakat madani dan betapa pentingnya menerapkan konsep masyarakat madani dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Manfaat secara umum
Makalah ini dapat secara langsung digunakan sebagai salah satu media untuk mengenalkan kepada pembaca dan member pengetahuan tentang masyarakat madani dan betapa pentingnya penerapan konsep masyarakat madani dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masykur Hakim (2003:14-15) memaparkan awal istilah masyarakat madani muncul di Indonesia pada tanggal 26 September 1995, ketika Anwar Ibrahim menjabat sebagai mentri keuangan dan wakil perdana mentri Malaysia menyinggung kata-kata “masyarakat madani” dan menurut pengakuannya, kata ini diterjemahkan dari civil society. Memang banyak sumber yang menyatakan bahwa istilah masyarakat madani sering diartikan sebagai terjemahan dari civil society, tetapi kata Raharjo (1999:27-28) jika dilacak secara empiric istilah civil society adalah terjemahan dari istilah latin, civilis societas, yang mula-mula dipakai oleh Cicero (106-43 SM) seorang orataor dan pujangga Roma, pengertiannya mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hokum sebagai dasar pengaturan hidup. Istilah ini juga dibawa dan dipopulerkan oleh Dato Sri Anwar Ibrahim, ke Indonesia dengan istilah “masyarakat madani” sebagai terjemahan “civil society”. Namun istilah masyarakat madani didak identik dengan civil society.
Sementara cendikiawan muslim Indonesia Nurcholis Madjid memandang bahwa masyarakat madani dalam presfektif Islam bukan terjemahan dari civil society karena dari segi bahasa ada kesalahan dan karakternya berbeda dengan masyarakat yang dibangaun oleh Rasulullah di Madinah pasca hijrah. Jadi wacana “masyarakat madani” yang dilontarkan oleh Nurcholis Madjid inilah yang mulai dikenal oleh bangsa kita. Kemudian salah seorang yang sering menggunakan istilah ini adalah H. Emil Salim, yang sempat mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden RI mendampingi pencalonan B.J. Habibi. Istilah ini semakin popular pada masa lengsernya Soeharto yang digantikan oleh B.J. Habibi. Masyarakat Madani sangat identik dengan masyarakat kota yang mempunyai perangai dinamis, sibuk, berfikir logis, berpola hidup praktis, berwawasan luas dan mencari-cari terobosan baru demi memperoleh kehidupan yang sejahtera. Perangai tersebut didukung dengan mental akhlak karimah (budi pekerti yang mulia).
Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebagian pejabat pemerintah, politikus, cendekiawan, dan tokoh masyarakat tentang masyarakat madani. Jika kita berselancar di internet pun akan kita temukan kafetaria wacana masyarakat madani. Raharjo (1999:7) menyatakan bahwa “wacana masyarakat madani dewasa ini sudah semakin meluas, berbagai seminar dan tulisan, baik buku maupun artikel di majalah dan Koran yang mengacu pada konsep gagasan masyarakat madani.”Konsep masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan di Indonesia, karena konsep masyarakat madani lahir dari masyarakat asing. Apabila konsep ini akan diaktualisasikan dalam wacana masyarakat Indonesia. Selain itu, konsep masyarakat madani merupakan suatu konsep yang relative baru bagi masyarakat Indonesia, bukan pekerjaan mudah, karena terkait dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Untuk itu, diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep serta tindakan-tindakan , dengan kata lain diperlukan paradigm baru dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Hal ini sebagai mana pendapat Filsuf Kuhn (Tilaar,1999:245), “apabila tantangan-tantangan baru dihadapi dengan menggunakan paadigma lama, tentu segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan.”
B. Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah perKumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan.
Konsep masyarakat madani dalam islam merujuk tumbuh dan berkembangnya masyarakat etis (ethical society)(QS 3:110), yakni masyarakat yangpunya kesadarn etis sehingga mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap berlakunya nilai-nilai peradaban yang bersumber dari ajaran-ajaran agama. Dalam perspektif islam,civil society atau masyarakat madani mengacu pada penciptaan Pradaban, kata al-din(agama)terkait dengan kata al-tamaddun (peradaban). Kedua kata itu menyatu dalam pengertia al-madinah yang artinya itu secara harfiyahadalah Kota. Dengan demikian masyarakat madani mengandung 3 unsur pokok 1)agama,(2)peradaban (3)dan perkotaan.Disini agama merupakansumber,peradaban adalah prosesnya,dan masyarakat kota adalah hasilnya.
C. Cirri-ciri Masyarakat Madani
Ciri-ciri utama masyarakat madani adalah sebagai berikut:
1) Lahir secara mandiri, dibentuk oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan negara.
2) Keanggotaan bersifat sukarela, atas kesadaran masing-masing anggota.
3) Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya), tidak bergantung bantuan pemerintah.
4) Bebas dan mandiri dari kekuasaan negar sehingga berani mengontrol kebijakan negara.
5) Tunduk pada hukum yang berlaku atau norma yag disepakati bersama.
D. Karakteristik Masyarakat Madani
Beberapa karakteristik masyarakat madani yaitu:
1) Free Public Sphere(ruang publk yang bebas), Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
2) Musyawarah dan Demokratisasi, karena masyarakat madani merupakan masyarakat demokrasi yang terbangun dengan meneggakan.
3) Penegakan hukum dan keadilan pada siapapun dan kapanpun walaupun terhadap keluarga sendiri (keadilan sosial)
4) Toleransi dan pluarisme, yakni sikap kewajiban pribadi dan sosial yang bersedia melihat diri sendiri tidak selalu benar, memandang yang lain dengan penghargan, betapapun perbedaan yang ada.
5) Penghargaan, yakni adanya penghargaan kepada orang yang berprestasi, bukan kesukaan, keturunan, ras, dan sebagainya.
E. Syarat Masyarakat Madani
Bila kita kaji, masyarakat di negara – negara maju sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani. Maka, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani. Yakni adanya democratic government (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis) dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung tinggi nilai – nilai civil security, civil responsibility, dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani. Antara lain sebagai berikut ;
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas – tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan. Dengan kata lain, terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial
4. Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga – lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum di mana isu – isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga – lembaga ekonomi, hokum, dan sosial berjalan secara produkitf dan berkeadilan sosial
7. Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan antara jaringan – jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka, dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tersebut, maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan paham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (DuBois dan Milley, 1992). Rambu – rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara dan bangsa.
F. Praktek Masyarakat Madani Di Indonesia
Dalam kultur masyarakat indonesia kita mengetahui bahwa ada banyak sekali perbedaan nilai dan norma yang terdapat didalamnya, lewat budayanya itulah masyarakat memandang fenomena yang terjadi di Indonesia ini dan mereka merespon dengan prilaku yang sangat beragam, sehingga hal ini menjadi dasar susahnya untuk memberi pemahaman dengan satu cara, artinya membutuhkan konsep kemadanian yang mampu menimbang serta mendukung kultur yang mereka miliki yang nantinya akan mempengaruhi paradigmanya terhadap konsep masyarakat madani ini.
Kemudian pada point yang kedua kita memiliki masalah yang sangat jelas dan rumit di Indonesia yakni tentang praktik konsep kemadanian ini. Jika kita memandang sekilas tentu kita akan segera berkomentar bahwa di Indonesia masyarakat madani ini tidak terwujud. Kita dapat melihat bukti yang sangat nyata terjadi dikalangan masyarakat, contohnya kriminalitas yang semakin tinggi di indonesia. Bahkan anak-anak bangsa sudah banyak terkontaminasi moral buruk. Hal ini tentu berita yang menyakitkan bagi cita-cita indonesia untuk membentuk masyarakat yang cerdas dan sejahtera serta membuat bangsa menjadi terlihat sangat menyedihkan. Dan tentu dengan mudah bisa kita simpulkan bahwa di indonesia tidak terterapnya praktik masyarakat madani.
Contoh lain yang bisa kita lihat yaitu maraknya perselisihan antar pelajar, antar suku bahkan antar kampung. Betapa besar petaka akibat perbuatan buruk macam ini. Jadi hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman terhadap konsep masyarakat madani di indonesia.
G. Peran Akademisi Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Mahasiswa, makna yang luar biasa terkandung didalamnya seharusnya segera membludak dalam bentuk wujud perbuatan bukan menjadi mahasiswa yang apatis. Tempat bagi mahasiswa dalam mewujudkan masyarakat madani haruslah berada pada barisan depan. Berikut uraiantentang cara yang bisa ditempuh untuk memaksimalkan peran tersebut.
Ø Menajamkan fungsi pewacanaan
Dengan kemampuan akademik yang dimiliki, mahasiswa seharusnya mampu menjadi ujung tombak penyadaran terhadap masyarakat dengan pewacanaan. Ada banyak hal yang bisa disampaikan mahasiswa melalui hal ini, mulai dari masalah kemiskinan, kriminalitas, ataupun kebobrokan sistem penyelenggaraan negara. Lewat wadah ini, kita bisa membentuk kesadaran masyarakat.
Ø Pengabdian lewat baksos jasa
Ada sebuah program yang sangat luar biasa dan belum banyak dilakukan oleh mahasiswa, yaitu Desa Binaan. Melalui program ini mahasiswa secara lansung akan mengambil peran pengabdian terhadap masyarakat. Ada banyak anak-anak desa yang sangat menyedihkan keadaan moralnya, kontaminasi serta prilaku imitasi terhadap budaya busuk yang ditampilkan di dunia maya sudah menjadi ciri khas dibanyak pedesaan. Maka jika melihat keadaan itu seharusnya kita merasa bertanggung jawab atas itu dengan membagi kefahaman kita terhadap mereka, dan itu bisa kita lakukan dengan program Baksos Jasa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu. Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Menyarakat madani merupakan suatu wujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya maupun militer.
Mahasiswa seharusnya mampu berperan untuk mewujudkan masyarakat madani. Berbagai cara bisa ditempuh mahasiswa untuk hal itu. Misalnya: lewat pewacanaan, pengabdian berupa desa binaan, serta membangun skill kewirausahaan.
B. Saran
Bagi kita semua, janganlah kita menjadi orang yang apatis, apapun posisi kita baik mahasiswa, dosen, guru atau wirausaha seharusnya segera mengambil peran untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena Untuk mewujudkan masyarakat madani di negeri ini tentunya seluruh lapisan masyarakat harus bekerja sama, karena masyarakat sendirilah yang bertindak sebagai aktornya.
Comments
Post a Comment